
JEJAKKALTENG.COM, Sampit – Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim,) Kalimantan Tengah (Kalteng), menyoroti terkait kebijakan PT Agrinas Palma Nusantara, perihal sistem pengelolaan ratusan ribu hektare lahan kelapa sawit, hasil sitaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), di Kalimantan Tengah, khususnya di Kotim.
Ketua Harian DAD Kotiim, Gahara, menekankan, jika mengacu kepada kebijahan tersebut, jelas masyarakat lokal, khususnya masyarakat Adat Dayak, akan kembali menjadi penonton di tanah sendiri, tanpa dilibatkan atau menikmati lahan yang seharusnya menjadi hak dan penghasilan bagi mereka.
“Ela sampai tempun petak mananasaere, tempun uyah batawah belai, tempun kajang bisa puat,”. Pepatah tokoh pahlawan kita, Tjilik Riwut ini, sudah menegaskan, jangan sampai kita orang lokal jangan sampai menjadi penonton di tanah sendiri, sementara orang luar yang menikmati hasil tanah atau sumber daya alam kita,” tegas Gahara, Jumat (12/9/2025).
Sorotan keras dari Gahara tersebut, bukan tanpa alasan, pasalnya, beberapa waktu lalu, Regional Head Kalteng 1 PT Agrinas Palma Nusantara, Marsda Purn Masmun Yan Manggesa, menyatakan, bahwa lahan seluas 12.059,39 hektare, berserta pabrik kelapa sawit (PKS) hasil sitaan PKH dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Globalindo Alam Perkasa (GAP), sepenuhnya dikelola oleh Agrinas Regional Kalteng, dan akan bermitra dengan Pondok Pesantre Al Aisyah Bondowoso, dengan dilaksanakan oleh PT WNA dari Jakarta.
Disebutkan Gahara, hal itu jelas bertolak belakang dengan perjuangan dan masyarakat lokal selama puluhan tahun ini, yang telah berjuang keras untuk menuntut realisasi 20 persen lahan plasma dari pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Kenapa lahan sitaan itu, tidak dijadikan plasma untuk masyarakat lokal, kenapa tidak melibatkan orang-orang kita? Ini yang kami sayangkan,” cetusnya.
Secara kelembagaan, imbuh Gahara, pihaknya sangat mendukung penuh apa yang telah dilakukan oleh PKH terkait penertiban lahan-lahan perkebunan yang berada diluar izin selama ini. Namun, timpalnya, adanya gebrakan hukum tersebut, semestinya memberi dampak positif bagi masyarakat lokal, dari segi pendapatan dan peningkatan kesejahteraan mereka.
“Ini masalah serius, bukan main-main. Jangan sampai masyarakat Dayak di Kotim terus menjadi penonton, karena masyarakat dayak ini, kondisi saat ini masih jauh dari kata sejahtera,” ungkapnya.
Gahara sendiri menerangkan, pihaknya sudah membahas malah itu ke Bupati Kotim, dan dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan DAD Kalimantan Tengah, untuk mengambil langkah selanjutnya.
“Upaya kita nanti juga akan segera menyurati pihak Agrinas, secara resmi, agar bisa berdialog untuk membahas masalah ini,” pungkasnya.(JK)



