JEJAKKALTENG.COM, Sampit – Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Riskon Fabiansyah, menyoroti masih maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kerap tidak terungkap ke publik.
Ia menyebut, fenomena tersebut ibarat gunung es, hanya sebagian kecil kasus yang terlihat di permukaan, sementara sisanya tersembunyi karena berbagai faktor sosial dan budaya.
Menurut Riskon, masih kuatnya anggapan tabu di masyarakat membuat banyak korban maupun keluarga memilih bungkam. Kekhawatiran akan aib keluarga serta keraguan terhadap proses hukum menjadi alasan utama enggannya masyarakat melapor.
“Banyak masyarakat yang belum yakin ketika kasus ini diungkap ke permukaan akan sebanding dengan hukuman bagi pelaku. Ini menjadi tantangan kita bersama, karena penegakan hukum tidak bisa hanya diserahkan pada aparat, tapi perlu sinergi dengan masyarakat dan para pegiat perlindungan,” ujar Riskon, Selasa (14/10/2025).
Politikus muda Golkar tersebut menegaskan, perlindungan terhadap perempuan dan anak harus dilakukan secara menyeluruh. Ia mendorong pemerintah daerah, DPRD, aparat penegak hukum, dan organisasi sosial untuk bersinergi dalam memberikan pendampingan serta memastikan korban memperoleh keadilan.
Riskon juga mengusulkan agar forum diskusi lintas sektor digelar secara rutin sebagai wadah evaluasi dan koordinasi. “Dari forum itu kita bisa melihat kekurangan dalam sistem yang berjalan, sehingga dinas teknis maupun aparat yudikatif bisa lebih responsif dalam menangani laporan kasus,” katanya.
Selain itu, Riskon menyoroti belum adanya Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Kotim. Padahal, keberadaan lembaga ini dinilai penting untuk memberikan pendampingan psikologis, hukum, dan sosial bagi korban kekerasan.
“Selama ini belum pernah disampaikan ke legislatif terkait rencana pembentukan LPKS. Namun, ini akan menjadi bahan tindak lanjut kami bersama Pemerintah Kabupaten Kotim, khususnya Dinas Sosial,” jelasnya.
Ia tak menampik keterbatasan anggaran menjadi kendala tersendiri, terutama pasca-pandemi dan kebijakan efisiensi yang diberlakukan beberapa tahun terakhir. Meski demikian, DPRD berkomitmen terus mendorong penguatan program perlindungan perempuan dan anak.
“Harapannya, tidak ada lagi kasus yang terpendam. Setiap korban harus mendapat keadilan dan perlindungan sebagaimana mestinya,” tegas Riskon.(JK)