JEJAKKALTENG.COM, Pulang Pisau – Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau terus berupaya untuk membebaskan hak tanah milik masyarakat di Kabupaten Pulang Pisau yang telah masuk dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK) Republik Indonesia (RI) Nomor 529 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Hutan.
Dimana, beberapa kawasan tersebut berada di kawasan penduduk maupun kawasan lainnya yang masuk dalam kawasan hutan telah diikutkan dalam program TORA, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria.
“Melalui Program TORA, kita telah mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Kehutanan agar lahan-lahan itu bisa ubah menjadi kawasan non hutan, khususnya lahan yang sudah dikuasai oleh masyarakat,” Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Pulpis Usis I Sangkai melalui Kepala Bidang Penataan Ruang Anas Riyadi, Selasa (28/2/2023).
Anas mengatakan, sebelumnya SK 529 Tahun 2012, SK Menteri LHK yang terbaru adalah SK Menteri LHK 6627 Tahun 2021 yang menjadi dasar untuk membagi kawasan hutan dan kawasan non hutan.
“Untuk kawasan non hutan itulah yang kemudian kita petakan untuk tata ruang kita. Ada juga yang secara kenyataan itu sebenarnya dikelola oleh masyarakat, tetapi SK-nya masuk dalam kawasan hutan,” terang Anas.
Anas mengatakan, seperti apa yang disampaikan oleh Tim dari Bappedalitbang telah ada titik terang. Usulan yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang Pisau seluas 5.000 hektare yang berada di wilayah Kecamatan Banama Tingang dan Kecamatan Kahayan Tengah tengah, saat ini tengah berproses.
“Luasan lahan 5.000 hektare ini merupakan usulan kita kepada Kementerian Agraria yang harapan kita itu nantinya bisa berubah menjadi kawasan budidaya,” kata Anas menjelaskan
Dari informasi kata Anas, pihaknya terima seluas 5.000 hektare itu sudah masuk dalam tahap verifikasi oleh KLHK, dan pihaknya mengharapkan luasan lahan yang di usul oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang ini dapat segera selesai, dan lahan yang sebelumnya adalah kawasan hutan, bisa menjadi kawasan non hutan.
Setelah terbit SK itu yang menyatakan keluar dari kawasan hutan. Maka kita akan terus memperjuangkan dan melanjutkan lagi untuk kawasan-kawasan yang masih belum di usulkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, sambung Anas, pihaknya akan kembali mengusulkan 4 desa yaitu Desa Sei Bakau, Desa Sei Hambawang, Desa Cemantan dan Desa Kiapak, wilayah pesisir yang masuk kawasan hutan mangrove.
“Kita akan mengusulkan 4 desa ini. Selanjutnya untuk beberapa wilayah yang masuk kawasan hutan itu secara bertahap akan kita usulkan untuk bisa dicabut menjadi kawasan non hutan,” pungkasnya.(BG-JK)